Our social:

Sabtu, 12 Maret 2016

Benarkah Kecerdasan Diturunkan Oleh Sang Ibu ?



Benarkah Kecerdasan Diturunkan Oleh Sang Ibu ?

Kecerdasan anak di wariskan dari gen ibu

Faktor genetik seorang Ibu sangat berpengaruh terhadap kecerdasan anak. Menurut ahli genetika dari UMC Nijmegen Netherlands Dr Ben Hamel “Pengaruh itu sedemikian besar karena tingkat kecerdasan seseorang terkait dengan kromosom X yang berasal dari ibu”. Karena itu, ibu yang cerdas berpotensi besar melahirkan anak yang cerdas pula. “Dengan demikian, lebih baik memiliki ibu yang cerdas daripada ayah yang cerdas,” ujar Hamel. Namun, kelainan genetika dari seorang ibu juga dapat diturunkan kepada anak-anaknya, termasuk di antaranya retardasi mental. Dalam keadaan normal, setiap manusia memiliki 23 pasang kromosom yang terdiri atas 22 pasang kromosom autosom dan sepasang kromosom seks. Ada 23 kromosom berasal dari ibu yang disebut kromosom XX dan 23 pasang lagi berasal dari ayah yang disebut kromosom XY.

Dr. Bernard Devlin dari Fakultas Kedokteran Universitas Pittsburg, AS, memperkirakan faktor genetik memiliki peranan sebesar 48% dalam membentuk IQ anak. Sisanya adalah faktor lingkungan, termasuk ketika si anak masih dalam kandungan.

Untuk menjelaskan peran genetika dalam pembentukan IQ anak, seorang pakar lain di bidang genetika dan psikologi dari Universitas Minnesota, juga di AS, bernama Matt McGue, mencontohkan, pada keluarga kerajaan yang memiliki gen elit, keturunannya belum tentu akan memiliki gen elit. ”Keluarga bangsawan yang memiliki IQ tinggi umumnya hanya sampai generasi kedua atau ketiga. Generasi berikutnya belum diketahui secara pasti, karena mungkin saja hilang, meski dapat muncul kembali pada generasi kedelapan atau berikutnya”, ungkap McGue. ”Orang tua yang memiliki IQ tinggi pun bukan jaminan dapat menghasilkan anak ber-IQ tinggi pula.” Ini menunjukkan genetika bukan satu-satunya faktor penentu tingkat kecerdasan anak. (dr. Khamid Wijaya, Audrey Luize, Harli Masithoh, Balita Cerdas.com)


Peranan nutrisi dan lingkungan dalam kecerdasan anak

Faktor lingkungan, dalam banyak hal, justru memberi andil besar dalam kecerdasan seorang anak. Yang dimaksud tak lain adalah upaya memberi ”iklim” tumbuh kembang sebaik mungkin sejak si anak masih dalam kandungan agar kecerdasannya dapat berkembang optimal. Dengan gizi dan perawatan yang baik misalnya, setiap anak bisa menjadi cerdas. Atau dengan menjaga kesehatan secara baik dan menghindari racun tubuh selagi ibunya mengandung, seorang anak dapat memiliki intelegensia baik. Begitu pula dengan memberikan kondisi psikologis yang mendukung, seorang anak dapat mencapai angka IQ lebih tinggi dari teman sebayanya. Gizi, perawatan, dan lingkungan psikologis itulah faktor lingkungan penentu kecerdasan anak.

Kisah Helen dan Gladys, sepasang bayi kembar, bisa menjadi salah satu buktinya. Pada usia 18 bulan mereka dirawat secara terpisah. Helen hidup dan dibesarkan dalam satu keluarga bahagia dengan lingkungan yang hidup dan dinamis. Sedangkan Gladys dibesarkan di daerah gersang dalam lingkungan ”miskin” rangsangan intelektual. Ternyata saat dilakukan pengukuran, Helen memiliki angka IQ 116 dan berhasil meraih gelar sarjana dalam bidang Bahasa Inggris. Sebaliknya Gladys terpaksa putus sekolah lantaran sakit-sakitan dan IQ-nya 7 angka di bawah saudara kembarnya. (dr. Khamid Wijaya, Audrey Luize, Harli Masithoh, Balita Cerdas.com)
          PEMBANDING YANG LAIN
Genetika sebuah Kecerdasan
Seandainya kecerdasan tersebut secara genetis dapat diturunkan kepada seorang anak dari sang ayah serta sang ibu, kemungkinan besar kecerdasan yang dimiliki oleh Habibie adalah kecerdasan genetika dari sang ayah serta sang ibu beliau. Contoh yang lainnya adalah sepertinya kecerdasan yang dimiliki oleh Henry Bill Gates sang mega Boss IBM Micro Softword berasal dari kecerdasan yang dimiliki oleh sang ayah serta sang ibunya. Jikalau memang seperti itu adanya, kecerdasan tersebut bersifat genetis dan dapat diturunkan secara “Tunai” kepada generasi berikutnya.
Dalam kurun waktu yang cukup lama, kita memahami bahwa Gen menentukan kecerdasan seseorang. Ungkapan yang mentradisi adalah” kamu akan menjadi orang yang pintar dan cerdas karena ayah dan ibumu orang cerdas”. Kita masih menganggap bahwa seorang anak yang cerdas mewarisi kecerdasan orang tuanya. Orang tua yang cerdas akan melahirkan anak yang cerdas pula. Itulah anggapan serta kepercayaan yang selama ini berkembang ditengah masyarakat kita. Berarti kecerdasan hanya milik orang-orang yang sudah cerdas dari keturunan-keturunannya karena pendapat bahwa kecerdasan adalah gen yang diwariskan kepada generasi berikutnya. Namun, gen bukanlah satu-satunya komponen yang mempengaruhi kecerdasan seseorang.
Cerdas atau tidaknya seseorang di pengaruhi oleh banyak hal dan komponen lain. Komponen tersebut sangat memegang peranan dalam menentukan kecerdasan itu sendiri. Kondisi pasca kelahiran memegang peranan yang tidak kalah pentingnya dalam menentukan apakah seseorang tersebut memiliki kecerdasan. Komponen selanjutnya adalah kemampuan serta kecerdasan seseorang dipengaruhi oleh kemauannya untuk belajar. Kemauan belajar serta pengalaman dan usaha maksimal yang dilakukan untuk mewujudkan keinginan termasuk juga faktor yang menentukan kecerdasan. Kita mungkin saja mewarisi kecerdasan yang diturunkan dari sang ayah atau sang ibu kita, namun hasil akhir kemampuan serta kecerdasan kita akan sangat beragam adanya tergantung pengalaman-pengalaman masa kecil serta usaha kita yang maksimal saat menjalani pendidikan. Disamping itu kita harus juga mengetahui bahwa faktor lingkungan juga dipercaya dan diyakini memainkan peranan yang tidak kalah pentingnya dengan faktor sebelumnya untuk menentukan tingkat kecerdasan seseorang.
Tidak bisa kita pungkiri dan kita khianati bahwa sampai saat ini masih banyak kalangan masyarakat kita meyakini serta mempercayai, “Gen adalah faktor utama yang menentukan cerdas atau tidaknya seseorang”. Gen adalah faktor penentu keturunan yang mengandung informasi yang luar biasa tentang generasi masa lalu sehingga keberadaan kita yang ada sekarang merupakan cetak biru dari generasi yang sebelumnya. Cetak biru tersebut secara genetis yang sangat mirip dengan dua garis generasi sebelum kita. Garis generasi dari sang ayah dan garis generasi dari sang ibu.
Gen genius sangat jarang muncul bahkan tidak ada sama sekali muncul dalam satu generasi. Bahkan saudara kandung kembar sekalipun atau tidak, mereka tidak akan menunjukkan bakat genius yang sama. Walaupun ayah serta ibu saudara kembar atau saudara kandung tersebut jelas-jelas seorang genius. Tentu saja keturunan tersebut mempunyai sebahagian gen yang sama persis yang tentu berasal dari sang ayah dan sang ibu. Maka tidak heran pepatah kita menyebutkan bahwa buah sebatang pohon tidak akan jatuh terlalu jauh dari batang pohonnya. Pepatah lain atau ungkapan bijaksana lainnya menyebutkan kalau ingin melihat bagaimana sang ayah atau sang ibu dari seseorang maka lihatlah anak-anaknya.
Timbul pertanyaan kenapa hal tersebut diatas bisa terjadi dan kita alami dalam kehidupan keseharian. Kemungkinan terbesar faktor penyebabnya adalah pengalaman masa kecil yang kita alami serta faktor lingkungan dimana kita dibesarkan. Akhirnya sekarang kita bisa memahami bahwa saudara kandung Henry Bill Gate tidaklah secerdas dan sesukses dirinya. Saudara kandung Stephen Hawking tidaklah akan secerdas dirinya. Saudara kandung BJ Habibie juga tidak akan secerdas beliau. Saudara kandung Amien Rais juga tidak akan secerdas sang abang atau sang adik. Ada banyak lagi contoh hidup yang kita bisa pahami.
Seorang ahli genetika terkenal yang hidup ditahun 1924 sampai dengan 1994 berkebangsaan Jepang Motoo Kimura menegaskan bahwa para genius menunjukkan kemampuan mereka yang luar biasa hanya dalam bidang tertentu. Namun orang dengan kemampuan biasa-biasa saja yang tentu bukan setara dengan kemampuan si genius juga memiliki kemampuan bidang lain. Kemampuan yang mereka miliki tak kalah cerdasnya dari yang dimiliki oleh sang genius. Yang jelas kemampuan tersebut tidak pernah dipunyai oleh yang bertitel genius. Sebagai contoh dalam kehidupan kita, banyak ilmuwan sangat jenius mampu menciptakan temuan-temuan baru yang tidak pernah kita ragukan lagi tentang teknologi dan manfaatnya. Tetapi disisi lain sang jenius tersebut memiliki kemampuan interpersonal yang sangat lemah. Namun hal sebaliknya mungkin saja terjadi, seseorang dengan kecerdasan dan kemampuan biasa-biasa saja, punya kemampuan interpersonal yang sangat luar biasa, diantaranya kecerdasan bergaul sehingga dia memiliki teman yang banyak dimanapun sang individu tersebut berada.
Sebahagian kita barangkali merasa iri hati terhadap para genius serta anak-anak berbakat yang luar biasa. Bahkan sampai pada suatu pemikiran bagaimana seandainya kita bisa berpindah, bertukar kehidupan. Namun setelah kita mencobanya kita akan segera menyadarinya bahwa pada kenyataanya para genius dan orang-orang super cerdas tersebut juga memiliki kesulitan dan penderitaan serta keterbatasan tersendiri. Maka alangkah bijaksananya bila kita meyakini bahwa apa-apa yang kita miliki adalah karunia teristimewa bagi kita dari sang Maha pencipta yang mesti kita sukuri keberadaannya. Murakami menyarankan kepada kita agar tidak terjadi lagi saling iri hati satu individu dengan yang lainnya, selayaknya kita untuk menyadari kenyataan yang ada didepan mata kita “ Kelahiran dan keberadaan kita dimuka bumi merupakan prestasi ajaib yang luar biasa yang mesti kita sukuri dan terima”.
Genetika kecerdesan para genius mempunyai hukum istimewa tersendiri yang barangkali hanya dimiliki oleh genius itu sendiri. Keturunan sang genius jarang terlahir dengan kualitas kegeniusan yang persis sama dengan dirinya. Sama halnya dengan keturunan seseorang dengan hanya memiliki kemampuan serta kecerdasan yang biasa-biasa saja, mempunyai kesempatan yang sama jarangnya dengan keturunan genius untuk melahirkan keturunan yang genius. Sebagai contoh dalam dunia musik tanah air putra Ebiet G. Adee sang penyanyi klasik legendaris yang masih hidup tidak mampu menyaingi kemampuan olah suara dan olah musik sang ayah. Salah satu dari putra Wolfgang Amadeus Mozart juga seorang komposer terkenal, namun prestasinya tidak pernah bisa disejajarkan dengan sang ayah kandungnya yang merupakan musikus, composer ternama sepanjang sejarah musik. Contoh lain adalah putra-putri sang presiden kita yang kedua, kecerdasan serta kemampuan mereka tidaklah secerdas yang dipunyai oleh sang ahli strategis Soeharto. Selanjutnya adalah contoh yang masih hidup kedua-duanya, Ilham Habibie anak kandung Mr. Crack dari Pare-pare panggilan istimewa BJ. Habibie tidaklah secerdas sang ayah yang ahli kedirgantaraan.
Kecerdasan dan Pembiasaan
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Kecerdasan itu adalah kemampuan memecahkan masaalah serta menciptakan kreatifitas serta peluang-peluang luar biasa untuk menjalani kehidupan. Kata kemampuan berasal dari kata mampu yang menurut akar katanya memiliki dua hal, yaitu:
1.      Pembiasaan-pembiasaan yang disebabkan oleh perilaku fisik sang individu.
Pembiasaan ini dihasilkan oleh gerakan luar biasa kinetik tubuh kita. Gerakan kinetik yang dimaksudkan adalah semua bentuk gerakan yang berhubungan dengan kreatifitas fisik anggota tubuh kita dalam berkreasi dan beraktifitas dalam kehidupan keseharian. Memainkan musik secara cekatan dan kreatifitas luar biasa bagaimana membuat alat musik tersebut menghasilkan irama serta bunyi alunan musik yang enak didengar hingga kita larut dalam menikmatinya. Kreatifitas luar biasa dari kreasi tangan yang cekatan, lincah dapat menciptakan pola yang luar biasa. Menentukan gradasi warna dengan perpaduan yang khas tentu di kreasikan oleh kecerdasan yang khas pula. Melakukan tendangan pisang dan tendangan melengkung dengan akurasi yang luar biasa yang dilakukan oleh pesepak bola handal. Menghindari lawan saat mengiring bola serta langsung melepaskan tendangan dengan akurasi yang luar biasa adalah suatu karya kreatifitas pesepak bola yang kecerdasannya tidak perlu kita ragukan lagi. Semua contoh yang diuraikan diatas adalah kreatifitas pembiasaan yang disebabkan oleh gerak fisik yang tidak dimiliki oleh semua orang.

2.      Pembiasaan-pembiasaan yang disebabkan oleh perilaku nonfisik sang individu.

Pembiasaan faktor non fisik dihasilkan melaui pemikiran yang terpola dalam bentuk kebiasaankebiasaan yang diantaranya; kemampuan dan kecerdasan individu dalam mengolah kata, kemampuan seseorang dalam memahami penghitungan bilangan atau segala sesuatu yang berhubungan dengan angka-angka. Kecerdasan individu yang sekaligus bisa menikmati indahnya dalam berinteraksi secara interpersonal dengan siapapun. Contoh lainnya dalah kecerdasan dalam mrefleksikan rasa cinta serta rasa kepedulian terhadap lingkungan. Dari contoh yang disampaikan diatas adalah bentuk-bentuk pembiasan yang melahirkan kecerdasan yang berawal dari faktor nonfisik.
Kecerdasaan, Lingkungan dan Asupan Gizi
Kecerdasan seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dimana individu tersebut dibesarkan. Selain faktor lingkungan, faktor yang tidak kal pentingnya adalah faktor asupan gizi. Asupan gizi sangat berpengaruh terhadap bangunan sel tubuh tidak terkecuali sel utama otak kita. Sementara itu menurut Murakami dalam tulisannya The Devine Message of DNA, faktor genetis yang berpengaruh dan berperan diawal kehidupan, ketika proses pembentukan janin dimasa kehamilan dan masa menyusui, memberikan sumbangan dan andil yang kelihatannya tidak pasti. Sehingga kemutlakkan penghitungan kecenderungan keturunan sama persis dengan generasi pendahulunya adalah pada skala 1:100.000. Maka tidak jarang kita temui bahwa anak cerdas juga banyak berasal dari keluarga yang asupan gizinya biasa-biasa saja. Sebaliknya juga kita temui bahwa anak yang berasal dari keluarga yang serba kecukupan dengan asupan gizi juga tidak melahirkan anak yang genius dan cerdas.
Secerdas apapun seseorang dilahirkan dan berasal dari keturunan yang juga genius, namun kalau lingkungan tidak mendukung penuh, tidak akan membuat bibit yang cerdas dan genius tadi menjadi individu yang juga cerdas dan genius. Asupan gizi yang selengkap apapun kalau individu itu dibesarkan pada lingkungan yang tidak mendukung untuk membangun kreatifitas kecerdasan itu maka akan menghasilkan individu yang tidak cerdas. Selanjutnya Murakami yang telah melakukan riset selama berpuluh tahun tentang genetis ini memiliki kesimpulan yang sangat mencengangkan. Kebanyakan orang tua yang genius adanya punya anak yang kecerdasan dan kegeniusannya biasa-biasa saja. Selanjutnya penulis akan menampilkan contoh yang ada dalam kehidupan nyata tentang generasi cerdas serta genius yang ada.
1. Buya Hamka memiliki anak yang kecerdasannya tidak pernah setara dengan sang legendaris tersebut.
2. Haji Agus Salim tidak memiliki anak yang bisa menguasai lebih dari dua bahasa dunia.
3. Seorang keturunan Mozart menjadi komposer yang pada karirnya tidak pernah bisa menandingi sang ayah.
4. Jordy Cruyff, pesepak bola didikan akademi sepakbola Barca sebutan untuk Barcelona, tetap bukanlah tandingan sepadan untuk sang ayah, Johan Cruyff yang melegenda. Bahkan Jordy dikeluarkan dari klub Barcelona yang membesarkan nama sang ayah.
5. Paolo Maldini adalah legenda hidup serta maestro pesepak bola AC Milan, adalah pesepak bola handal yang tidak diragukan lagi, jika dibandingkan dengan sang ayah, Cesare Maldini sama sekali bukanlah tandingannya.
6. Raden Saleh dan Basoeki Abdullah adalah insan cerdas serta genius dibidangnya, sebagi seorang pelukis juga tidak memiliki anak yang mencintai dan cerdas di bidang yang di tekuni oleh sang maestro.
7. Ada banyak contoh lainnya dalam kehidupan.
Selanjutnya para ilmuwan merekomendasikan dan menegaskan, pengaruh genetis terhadap kecerdasan tidaklah bersifat pasti serta mutlak.
Kesimpulan
Walaupun kita mulai menyadari bahwa, gen dan kemampuan setiap individu tersebut unik, namun dalam tatanan pendidikan kita masih mengabaikan keunikan yang ada tersebut. Sebagai seorang ahli yang melakukan penelitian terhadap kecerdasan dan genetik, Murakami menyarankan suatu perlakuan pendidikan yang sesuai dengan bakat serta kecerdasan dan kemampuan seseorang. Yang terjadi di dunia pendidikan kita saat ini malahan sebaliknya.
Sistem pendidikan kita saat ini lebih mendewakan tes-tes serta gemerlap angka-angka yang tertuang pada laporan pendidikan siswa. Bahkan lebih para lagi hasil tes yang berupa angka tersebut mendefinisikan peringkat seseorang dalam kelasnya, benarkah bisa semuanya kita angka-angkakan. Praktek yang sering kita jumpai adalah, perekrutan siswa baru, kenaikan kelas, dan kelulusan berdasarkan tes-tes yang distandarisasi yang pada kenyataanya telah mengabaikan uniknya gen, kemampuan unik individu, dan keanekaragaman kecderdasan yang dimiliki oleh setiap individu. Thomas Amstrong seorang astronout ternama Amerika mengungkapkan bahwa pendidikan lebih berorientasi kepada prestasi akademik, bukanlah pada tumbuh kembangnya kecerdasan yang dimiliki oleh murid.
Sebagai aplikasinya, seorang presiden memiliki para pembantu yang cerdas dibidang masing-masing sesuai kapasitas tugasnya. Maka penunjukkan menteri yang menjadi pembantu sang presiden seyogyanya adalah orang-orang yang cerdas dibidangnya. Sebagai contohnya menteri ESDM seyogyanya adalah orang yang benar-benar mengerti dengan yang namanya energi, yang melek mineral, mengenal bagaimana memanfaatkan serta menghemat energi tersebut.

Daftar Pustaka
Ahmad Fuadi. 2010. Negeri 5 Menara. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Amstrong, Thomas. 2009. Multiple Intelligences in the Classroom. Third edition California: ASCD.
Gardner, Howard. 1999. Intelligence Reframed: Multiple Intelligences for the 21 st Century. New York: Basic Books. 
Munif Chatib. 2010. Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple          Intelligenses di Indonesia. Bandung Kaifa.
Munif Chatib. 2011. Gurunya Manusia. Bandung: Kaifa.
Murakami, Kazuo. 2008. The Devine Message of the DNA: Tuhan dalam Gen Kita. Bandung: Mizan Pustaka. Bandung.

0 komentar:

Posting Komentar